IRIndonesia

Interfaith Relationship Indonesia

Beda Suku (Kadang) Lebih Pelik Dari Beda Agama September 13, 2012

Filed under: Esai — IRIndonesia @ 9:08 pm
Tags: ,

Oleh: Alexander Arie (@ariesadhar)

“Bro, gue galau nih,” ujar Eko.
“Kenapa bro, karena bapak lu jualan bakpau?” tanya Jono.
“Semprul! Bapak gue jualan cincau kali.”

Dan obrolan menjadi tidak menentu.

“Kenapa bro?” tanya Jono lagi, kali ini serius.
“Gue kan punya pacar. Tapi ortu pacar gue nggak setuju sama gue.”
“Kenapa? Mesti karena muka lu ancur ya bro?” selidik Jono, prihatin.
“Semprul lagi! Gini-gini gue laku ya.”
“Hahaha.. Serius deh, kenapa bro?”
“Karena ortunya mau dia punya pacar yang satu suku.”

Jono terdiam penuh permenungan.

“Gimana bro?”
“Satu kata bro!” kata Jono penuh semangat.
“Apa? Apa?”
“Pelik.”

Dan Eko pingsan.

Yak, saudara-saudari, mungkin tidak banyak negara yang punya masalah pelik dalam mencari pacar, seperti Eko. Mungkin Indonesia adalah sedikit dari itu. Negara kita sangat kaya, berbagai suku terbentang dari barat ke timur, utara ke selatan. Agama pun majemuk. Warna kulit? Tentu menyesuaikan. Golongan? Itu apalagi.

Dan ya namanya cinta, siapa coba yang bisa mengatur. Teman saya misalnya, hanya menetapkan 3 spesifikasi utama: cewek, seiman, lebih muda. Dia memang bisa dapat pacar yang sesuai spesifikasi itu, tapi ya namanya hubungan, penjajakannya lantas tidak berhasil. Sehingga lantas mencari lagi. Dan siklus kemudian terus bergulir. Artinya, cinta itu bisa dapat pada siapa saja dan kapan saja. Terkadang, tanpa peduli perbedaan-perbedaan yang ada.

Soal Agama, mungkin menjadi pelik bagi sebagian orang. Tapi melihat profil yang tampak di masyarakat, agaknya perbedaan ini semakin bisa diatasi. Ada yang mengalah dengan pindah agama, ada pula yang tetap bertahan dalam perbedaan. Toh, pasangan beda agama bisa diresmikan secara legal baik dari sisi agama maupun hukum. Jadi semakin kesini, semakin semacam bisa ditoleransi.

Nah, soal suku ini yang pelik. Okelah negara kita makin majemuk sehingga kadang suku menjadi tidak dianggap berbeda. Hanya tidak semua yang bisa begitu. Seorang kenalan, dari suku A misalnya, menghadapi masalah pelik dengan orang tuanya karena pilihan hatinya beda suku. Dan dengan nekat dia bilang ke orang tuanya.

“Pa, aku punya pacar, tapi dia orang B. Bolehkah?”
“Mana boleh?” ujar orang tuanya.
“Lha, sama yang kemarin, sama-sama orang A, juga nggak boleh. Gimana Papa nih?”
“Yang kemarin, Papa nggak suka. Nggak jelas kerjanya.”
“Yang ini jelas, Papa.”
“Tetep nggak boleh.”
“Kenapa?”
“Karena beda suku sama kita.”
“Pa, sama orang A nggak boleh, sama orang B, nggak boleh. Jadi aku bolehnya sama siapa? Sama kambing?”

Dan sang Papa luluh juga. Awetlah pasangan beda suku itu sampai sekarang.

Perkaranya, soal suku ini sama sekali tidak bisa diubah. Satu-satunya yang bisa dilakukan hanyalah menerima perbedaan itu, sama halnya ketika memfasilitasi pernikahan beda agama. Kenapa? Meski, misal di adat Batak (yang saya tahu) ada yang namanya Mangadati, tapi tetap saja dari sisi apapun, orang yang diberi marga itu tetaplah orang bukan Batak. Sederhananya begitu. Maksudnya, suku itu ya hasil dari lahir, dari perpaduan orang tua kita. Kalau kita yang terlahir dari galur murni pasti paham benar. Misal nih, bapak hingga mbah-mbahnya Jawa tulen, pasti berasa kita Jawa banget. Itu yang saya maksud galur murni.

Nah, kebetulan saya nggak ngalami karena saya anak dari pasangan beda suku. Hehehe..

Ketika perbedaan suku itu tidak bisa diterima, itulah yang pelik. Kalau agama beda, meski dengan pergumulan yang pelik, ada kemungkinan untuk membuat agama tidak menjadi perbedaan, tentu dengan salah satu berkorban mengikuti agama pasangannya. Nah kalau suku? Mau dioperasi bagaimanapun, kalau emang dia item (kayak saya), ya bakal tetap item. Kalau misal sudah amuba (asli muka Batak), ya mau diapain lagi? *note: istilah amuba ini saya dapat dari seseorang bernama P. Siregar, asli orang Batak, jadi mohon jangan tersinggung ya.. Hehehe..*

Dan kadang ada saja orang tua yang sulit menerima perbedaan suku ini. Tentunya, namanya orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Dan kadang menganggap satu suku itu terbaik. Hmmmm, padahal kan, belum tentu.

Sumber dari sini.

 

Leave a comment